KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah ‘aza wa jala yang telah memberikan segala kemudahan sehingga laporan
hasil percoabaan kalor reaksi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda alam, suri teladan, Nabi
Muhammad SAW. dan juga bagi keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya hingga
akhir zaman.
Kami
menghaturkan banyak terima kasih kepada guru kami Hj. Aisyah Yusuf atas bimbingan dan arahannya kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa ucapan terima kasih
juga kami berikan kepada rekan-rekan yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dengan
demikian, makalah ini diharapkan menjadi bacaan yang dapat menanmbah ilmu yang
mudah dipahami dan dipelajari dan semoga berguna bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………2
BAB I : Macam-macam Aliran Ilmu Kalam
......................................................................4
BAB II : Sejarah Ilmu Kalam ............................................................................................13
BAB III : Tokoh-tokoh Ilmu Kalam
...................................................................................16
BAB IV :
Kesimpulan .........................................................................................................19
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………….....20
BAB I
Aliran
Ilmu Kalam
1.
Aliran Khawarij
Khawarij ini
merupakan suatu aliran dalam kalam yang bermula dari sebuah kekuatan politik.
Dikatakan khawarij (orang-orang yang keluar) karena mereka keluar dari barisan
pasukan Ali saat mereka pulang dari perang Siffin, yang dimenangkan oleh
Mu’awiyah melalui tipu daya perdamaian. Gerakan exodus itu, mereka lakukan
karena tidak puas dengan sikap Ali menghentikan peperangan, padahal mereka
hampir memperoleh kemenangan. Sikap Ali menghentikan peperangan tersebut,
menurut mereka, merupakan suatu kesalahan besar karena Mu’awiyah adalah
pembangkang, sama halnya dengan Thalhah dan Zutair. Oleh sebab itu tidak perlu
ada perundingan lagi dengan mereka. dan Ali semestinya meneruskan peperangan
sampai para pembangkang itu hancur dan tunduk.
Kemudian
orang-orang Khawarij mulai mengafirkan siapa saja yang dianggap melakukan
kesalahan, seperti Utsman bin Affan yang melakukan kesalahan karena mengubah
sistem politiknya sehingga menimbulkan huru-hara. Kemudian Thalhah. Zubair dan
Mu’awiyah yang melakukan pembangkangan terhadap Ali bin Abi Thalih sebagai
khalifah yang sah. Dan Ali bin Abi Thalib sendiri yang melakukan kesalahan
karena menghentikan pertempuran dalam perang Siffin, ketika menaklukkan
mu’awiyah yang tidak mau bai’at kepadanya.
Pada awalnya
tuduhan kafir tersebut dilontarkan mereka kepada Mu’awiyah, Amru bin Ash, Ali
bin Abi Thalib dan Abu Musa al-Asy’ari, yang keempatnya ini pelaku utama proses
tahkim (damai) untuk mengakhiri peperangan. Namun, tahkim tersebut menurut
orang-orang khawarij tidak sesuai dengan ketentuan ajaran agama, karena
Mu’awiyah adalah pembangkang yang seharusnya diperangi sampai hancur dan
tunduk. Dengan demikian, jalan terakhir tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
hukum Allah, dan barang siapa menetapkan sesuatu dengan ketentuan yang tidak
sesuai dengan hukum Allah tergolong orang-orang kafir, sebagaimana dikemukakan
dalam surah al-Maidah ayat 44 yang artinya:
“Barang siapa yang tidak menentukan
hukum dengan apa yang diturunkan oleh
Allah adalah kafir”.
Allah adalah kafir”.
Kemudian
sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa pada akhirnya mereka mengafirkan
orang-orang yang melakukan kesalahan (dosa) besar, karena tidak mengikuti hukum
Allah juga termasuk suatu kesalahan besar. Kendati semua yang mereka kafirkan
itu adalah para pelaku pilitik yang menuntut pandangannya melakukan kesalahan
besar dengan tidak mengikuti norma agama sesuai Al-Qur’an, namun demikian
mereka juga mengafirkan para pelaku dosa besar di luar politik, bahkan lebih
jauh mereka mengafirkan orang-orang yang tidak sependapat dan tidak sealiran
dengan mereka. Akhirnya semakin banyak konflik dan pertempuran akibat pemikiran
teologinya itu, sehingga Ali bin Abi Thalib penguasa sah saat itu menyerang
mereka dan menghancurkannya tahun 37 H. Akan tetapi salah seorang dari mereka
ada yang selamat dan membunuh Ali bin Abi Thalib tahun ke-40 H.
Walaupun telah
dihancurkan Ali bin Abi Thalib tahun ke-37 H, namun sisa-sisa kekuatan mereka
masih terus bergerak dan berhasil menghimpun kekuatan lagi, sehingga terus
melakukan gerakan oposisi terhadap daulah Umayah. Akan tetapi, kelompok ini
rentan sekali sehingga mudah pecah, dapat dihancurkan kembali oleh Banu Umayah
pada tahun 70 H. Sisa-sisanya dari sub sekte Ibadiyah (sebutan sub sekte
Khawarij yang sangat moderat) sampai kink masih ada di Sahara Al-Jazair,
Tunisia, Pulau Zebra, Zanzibar, Omman dan Arabia Selatan, dan tidak
melakukan perlawanan politik apa-apa terhadap penguasa yang sah.
Sesuai dengan
uraian diatas, maka pemikiran kalam aliran khawarij yang paling menonjol adalah
tentang pelaku dosa besar yang menurut mereka tergolong orang kafir, dan
termasuk pada kategori dosa besar adalah sikap menentang terhadap pemikiran
khawarij sehingga orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka tergolong kafir.
Di samping itu,
mereka mempunyai pemikiran yang khas tentang definisi iman. Yakni menurut
mereka iman itu adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan. Sejalan dengan definisinya ini, maka orang-orang
yang tidak mengamalkan ajaran agamanya, atau melakukan pelanggaran dalam
kategori dosa besar, termasuk kufur, karena amal mempengaruhi iman.
Dengan demikian pokok-pokok pikiran
aliran ilmu kalam mereka dapat disimpulkan sebagai beriku :
1) Orang Islam yang melakukan dosa
besar adalah termasuk Kafir;
2) Orang yang terlibat perang Jamal
yakni perang antara Ali dan Aisyah dan
pelaku arbitrase antara Ali dan Mua’awiyah dihukum Kafir;dan
pelaku arbitrase antara Ali dan Mua’awiyah dihukum Kafir;dan
3) Kholifah menurut mereka tidak harus
keturunan Nabi atau suku quraisy.
Mempercayai bahwa Muhamad bin Hanafiah sebagai pemimpin setelah Husein Ibn Ali wafat :
a)
Nama kausaniyah diambil dari nama
kaisan yaitu nama budak Ali Bin Abu Thalib. Mesikpun sekte(organisasi) ini
punah, cerita kebesaran Muhamad bin Hanafiah dapat di jumpai dalam cerita rakyat, hikayat
ini terkenal sejak abad 15 M di Malaka.
b)
Saidiyah : Yaitu sekte ini mengakui
ke kalifahan Abu bakar & Umar sekte syi’ah mempercayai bahwa Zaed Bin Ali
Bin Husein Zaenal Abidin merupakan peimpin setelah Husein bin Ali wafat. Dalam sekte ini ada 5 syarat untuk dapat di angkat sebagai
pemimpin yaitu :
1)
Berasal dari keturunan Fatimah Binti
Muhammad
2)
Berpengetahuan luas tentang agama
3)
Hidupnya untuk beribadah
4)
Jihad di jalan Allah dengan
mengangkat senjata
5)
Berani
c)
Sekte Imamiyah : yaitu sekte Syi’ah
yang menunjukan langsung Ali Bin Abitholib untuk menjadi imam oleh rassulullah
Sebagai pengganti beliau. Sehingga sekte ini tidak mengakui Abu bakar dan
Umar.sekte imamyah pecah menjadi 2 golongan, yang terbesar yaitu:
1)
Isna Asy’ariah / Syi’ah dua 12
2)
Ismailiyah
2.
Aliran Murji’ah
Sejak
terjadinya ketegangan politik di akhir pemerintahan Utsman bin Affan, ada
sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan politik.
Ketika selanjutnya terjadi salah menyalahkan antara pihak pendukung Ali dengan
pihak penuntut bela kematian Utsman bin Affan, maka mereka bersikap “irja”
yakni menunda putusan tentang siapa yang bersalah. Menurut mereka, biarlah
Allah saja nanti di hari akhirat yang memutuskan siapa yang bersalah di antara
mereka yang tengah berselisih ini.
Selanjutnya
mereka kaum khawarij berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar itu
menjadi kafir dan kelak akan kekal dalam neraka, maka Kaum Murji’ah berpendapat
bahwa mukmin yang melakukan dosa besar tersebut masih tetap mukmin, yaitu
mukmin yang berdosa tidak berubah menjadi kafir. Lalu apakah mereka akan masuk
ke dalam neraka atau surga, atau masuk neraka terlebih dahulu baru kemudian ke
dalam surga, ditunda sampai ada putusan akhir dari Allah. Disamping itu, khusus
bagi para pelaku dosa besar, mereka juga berharap agar mereka mau bertaubat,
dan berharap pula agar taubatnya diterima di sisi Allah SWT.
Karena
penundaan semua putusan terhadap Allah, serta senantiasa berharap Allah akan
mengampuni dosa-dosa para pelaku dosa besar tersebut, maka mereka ini kemudian
populer disebut sebagai golongan atau aliran “murji’ah” (orang yang mendapat
putusan para pelaku dosa besar sampai ada ketetapan dari Allah, sambil berharap
bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka itu).
Pendirian
Murji’ah di atas sangat moderat, sehingga menjadi pendirian umat Islam pada
umumnya tentang mukmin yang berbuat dosa besar. Mereka sendiri kemudian disebut
sebagai penganut aliran Murji’ah moderat. Akan tetapi pada akhir abad pertama
dan awal abad kedua hijrah, muncul orang-orang murji’ah ekstrim yang sangat
meremehkan peran amal perbuatan. Mereka selanjutnya berpendapat bahwa siapa
saja yang meyakini keesaan Allah dan ke-Rasulan Muhammad SAW, adalah orang
beriman walaupun selalu melakukan perbuatan buruk. Bahkan seorang tidak boleh
dikatakan kafir kendati sering melakukan ibadah di dalam gereja, karena
keimanan itu ada dalam hati, dan hanya dapat diketahui oleh Allah. Tokoh-tokoh
aliran murji’ah ekstrim ini adalah Jaham bin Shafwan, Abu Hasan al-Shalih,
Muqatil bin Sulaiman dan Yunus al-Samiri.
Kaum murji’ah
ekstrim ini banyak memperoleh kecaman dari para ulama saat itu, dan tidak
memperoleh pengikut, serta akhirnya lenyap. Sedang murji’ah moderat kemudian
menjadi pengikut aliran Ahlus Sunrah wal Jama’ah.
Pemikiran yang
paling menonjol dari aliran ini adalah bahwa pelaku dosa besar tidak dikategori
sebagai orang kafir, karena mereka masih memiliki keimanan dan keyakinan dalam
hati bahwa Tuhan mereka adalah Allah, Rasul-Nya adalah Muhammad, serta
Al-Qur’an sebagai kitab ajarannya serta meyakini rukun-rukun iman lainnya.
Disamping itu,
mereka berpendapat bahwa iman itu adalah mengetahui dan meyakini atas
ke-Tuhanan Allah dan ke-Rasulan Muhammad. Mereka tidak memasukkan unsur amal
dalam iman, sehingga amal tidak mempengaruhi iman. Oleh sebab itu pulalah
mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, dan tidak terkategori
sebagai orang kafir sebagaimana dinyatakan ajaran khawarij. Sedangkan dosanya
harus mereka pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Dengan demikian pokok-pokok pikiran
aliran ilmu kalam mereka dapat disimpulkan sbb:
1) Pengakuan Iman Islam cukup di dalam hatinya saja dan tidak dituntut
membuktikan keimanan dengan perbuatan.
membuktikan keimanan dengan perbuatan.
2) Selama seorang muslim meyakini dua
kalimat syahadat apabila ia berbuat
dosa besar maka tidak tergolong kafir dan hukuman mereka ditangguhkan di
akhirat dan hanya Allah yang berhak menghukum
dosa besar maka tidak tergolong kafir dan hukuman mereka ditangguhkan di
akhirat dan hanya Allah yang berhak menghukum
3.
Aliran Syi’ah
Syi’ah dilihat dari segi bahasa
berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara istilah
adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaan selalu
merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad saw.
Syi’ah adalah golongan yang menyanjung
dan memuji Sayyidina Ali secara berlebih-lebihan. Karena mereka beranggapan
bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW,
berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah seperti Abu Bakar As
Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan dianggap sebagai penggasab atau
perampas khilafah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mulai
timbulnya fitnah di kalangan ummat Islam biang keladinya adalah Abdullah Bin
Saba’, seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Pitnah tereebut cukup
berhasil, dengan terpecah-belahnya persatuan ummat, dan timbullah Syi’ah
sebagai firqoh pertama :
Sebenarnya Syi’ah bermula dari
perjuangan politik yaitu khilafah, kemudian berkembang menjadi agama. Adapun
dasar pokok Syi’ah ialah tentang Khalifah, atau sebagaimana mereka menamakannya
Imam. Maka Sayyidina Ali adalah iman sesudah Nabi Muhammad SAW. Kemudian
sambung-bersambung Imam itu menurut urutan dari Allah. Beriman kepada imam, dan
taat kepadanya merupakan sebagian dari iman. Iman menurut pandangan Syi’ah
bukan seperi. pandangan Golongan Ahlus Sunnah. Menurut golongan Ahlus Sunnah,
khalifah atau imam adalah wakil pembawa syari’at (Nabi) dalam menjaga agama.
Dia mendorong manusia untuk beramal apa yang diperintahkan Allah. Dia adalah
pemimpin kekuasaan peradilan, pemerintahan dan peperangan. Akan tetapi baginya
tidak ada kekuasaan di bidang syari’at, kecuali menafsirkan sesuatu atau
berijtihad tentang sesuatu yang tidak ada nashnya.
Adapun menurut golongan Syi’ah, imam
itu mempunyai pengertian yang
lain, dia adalah guru yang paling besar. Imam pertama telah mewarisi macam-
macam ilmu Nabi SAW. Imam bukan manusia biasa, tetapi manusia luar biasa,
karena dia ma’shum dari berbuat salah. Di sini ada dua macam ilmu yang dimiliki
imam yaitu; ilmu lahir dan ilmu batin. Sungguh Nabi SAW telah mengajarkan Al-
Qur’an dengan makna batin dan makna lahir, mengajarkannya rahasia-rahasia
alam dan masalah-masalah ghaib. Tiap imam mewariskan perbendaharaan ilmu-
ilmu kepada imam sesudahnya. Tiap imam mengajar manusia pada waktunya
sesuatu rahasia-rahasia (asrar) yang mereka mampu memahaminya. Oleh karena
itulah imam merupakan guru yang paling besar. Orang-orang Syi’ah tidak percaya
kepada ilmu dan hadits, kecuali yang diriwayatkan dari imam-imam golongan
Syi’ah sendiri.
lain, dia adalah guru yang paling besar. Imam pertama telah mewarisi macam-
macam ilmu Nabi SAW. Imam bukan manusia biasa, tetapi manusia luar biasa,
karena dia ma’shum dari berbuat salah. Di sini ada dua macam ilmu yang dimiliki
imam yaitu; ilmu lahir dan ilmu batin. Sungguh Nabi SAW telah mengajarkan Al-
Qur’an dengan makna batin dan makna lahir, mengajarkannya rahasia-rahasia
alam dan masalah-masalah ghaib. Tiap imam mewariskan perbendaharaan ilmu-
ilmu kepada imam sesudahnya. Tiap imam mengajar manusia pada waktunya
sesuatu rahasia-rahasia (asrar) yang mereka mampu memahaminya. Oleh karena
itulah imam merupakan guru yang paling besar. Orang-orang Syi’ah tidak percaya
kepada ilmu dan hadits, kecuali yang diriwayatkan dari imam-imam golongan
Syi’ah sendiri.
Apabila berpadu pada kekuasaan
khalifah urusan agama dan politik.
maka perselisihan antara golongan Syi’ah dengan golongan-golongan lainnya
adalah bercorak agama dan politik. Inti ajaran Syi’ah adalah berkisar masalah
khilafah. Jadi masalah politik, yang akhirnya berkembang dan bercampur dengan
masalah-masalah agama. Ajaran-ajarannya. yang terpenting yang berkaitan
dengan khilafah ialah Al’ Ishmah, Al Mahdi, At Taqiyyah dan Ar Raj’ah.
maka perselisihan antara golongan Syi’ah dengan golongan-golongan lainnya
adalah bercorak agama dan politik. Inti ajaran Syi’ah adalah berkisar masalah
khilafah. Jadi masalah politik, yang akhirnya berkembang dan bercampur dengan
masalah-masalah agama. Ajaran-ajarannya. yang terpenting yang berkaitan
dengan khilafah ialah Al’ Ishmah, Al Mahdi, At Taqiyyah dan Ar Raj’ah.
4.
Aliran Jabariyah
Nama Jabriyah Berasal dri kata jabara yang mengandung
arti Memaksa. sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa jabariyah berarti
menghilangkan perbuatan dri hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan
tersebut kepada Allah SWT. Dalam istilah Inggris paham jabariyah disebut
fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan
manusia ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar Tuhan. Dengan demikian
posisi manusia dalam paham ini tidak memiliki kebebasan dan inisiatif
sendiri, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu aliran
Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan
perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
Paham jabariyah ini duduga telah ada sejak sebelum
agama islam datang kemsyarakat Arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi
oleh gurun pasir sahara telah memberi pengaruh besar kedalam cara hidup mereka.
Ditengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan
udara panas ternyata tidak dapat memberi kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan
dan suburnya tanaman. Disana sini yang tumbuh hanya rumput keras dan beberapa
pohon yang cukup kuat untuk mengahdapi panasnya musim serta keringnya udara.
Aliran jabariyah dibagi menjadi 2 yaitu aliran
jabariyah yang ekstrim dan moderat. Aliran jabariyah yang ekstrim
tokohnya dalah jahm bin safwan pendapatnya manusia sangat lemah, tak berdaya,
terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidak mempunyai kehendak
dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki oleh paham qodariyah. Seluruh tindakan
dan perbuatan manusai tidak boleh lepas dari aturan, skenario, dan kehendak
Allah.
5.
Aliran Qadariyah
Qadariyah
berasal dari bahasa arab, yaitu qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan.
Adapun menurut pengertian terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia diintervensi dari Tuhan. Aliran
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta baagi segala mperbuatannyan;
ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkan atas kehendaknya sendiri. Dalam hal
ini, Harun Nasution menegaskqan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai qudrahatau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasdal dari pengewrtian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Seharusnya,
sebutan qadariyah di berikan kepdada aliran yang
berpendapat bahwa qadar menetukan segala tingkah laku
manusia, baik yang bagus maupinyang jahat. Qadariyah pertama
sekali di munculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad
adalah seorang tabi’I yang dapat di percaya dan pernah berguru pada Hasan
Al-Basri. Adapun ghailan adalah serorang orator berasal dari Damaskus dan
ayahnya menjadi maula Husna bin affan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, Qadariyah berakar pada qadara yang
dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan.[1] Sedangkan sebagai aliran dalam ilmu Kalam, qadariyah adalah nama yang
dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan
kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham
Qadariyah manusia dipandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk
kepâda qà dar atau qada Tuhan.
Tèntang kapan munculnya paham
qadariyah dalam Islam, secara pasti tidak dapat diketahui. Namun ada sementara
para ahli yang menghubungkan paham qadariyah ini dengan kaum Khawarij.
Pemahaman mereka tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan
kesadaran bahwa manusia mampu Sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya
sendiri, baik atau buruk.
Tokoh pemikir pertama kali yang menyatakan paham qadariyah ini adalah
Ma’bad al-Juhani, yang kemudian diikuti oleh Ghailan al-Dimasqi. Sementara itu
Ibnu Nabatah sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Amin berpendapat bahwa paham
Qadariyah itu pertama kali muncul dari seseorang asal Irak yang menganut
Kristen dan kemudian masuk Islam, tetapi kemudian masuk Kristen lagi. Dari
tokoh inilah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasqi menerima paham qadariyah.
Dalam ajarannya, aliran Qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang
amat menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak melaksanakan
kehendaknya itu. Dalam menentukan keputusan yang menyangkut perbuatannya
sendiri, manusialah yang menentukan, tanpa ada campur tangan Tuhan.
6.
Aliran Maturidiyah
Aliran
Maturidiyah didirikan oleh Muhammad bin Abu Mansur. Ia dilahirkan di Maturid,
sebuah kota kecil di daerah Samarqand (termasuk
daerah Uzbekistan). Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam
soal-soal kepercayaan kepada pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum
dalam kitabnya Al-fiqh Al-Akbar dan Al-fiqh Al-Absath dan memberikan
ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Al-Maturidy meninggalkan
karangan-karangan yang banyak dan sebagian besar dalam lapangan ilmu tauhid.
Maturidiyah
lebih mendekati golongan Muktazillah. Dalam membahas kalam, Maturidiyah
mengemukakan tiga dalil, yaitu sebagai berikut:
a. Dalil perlawanan arad: dalil ini menyatakan bahwa ala mini
tidak akan mungkin qasim karena didalamnya terdapat keadaan yang berlawanan,
seperti diam dan derak, baik dan buruk. Keadaan tersebut adalah baru dan
sesuatu yang tidak terlepas dari yang baru maka baru pula.
b. Dalil terbatas dan tidak terbatas: alam ini terbatas, pihak yang
terbatas adalah baru. Jadi alam ini adalah baru dan ada batasnya dari segi
bendanya. Benda, gerak, dan waktu selalu bertalian erat. Sesuatu yang ada
batasnya adalah baru.
c. Dalil kausalitas: alam ini tidak bisa mengadakan dirinya sendiri atau
memperbaiki dirinya kalau rusak. Kalau alam ini ada dengan sendirinya, tentulah
keadaannya tetap msatu. Akan tetapi, ala mini selalu berubah, yang berarti ada
sebab perubahan itu.
7.
Aliran Asy’ariyah
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham
Muktazillah yang dianggap menyeleweng dan menyesatkan umat Islam. Dinamakan
aliran Asy’ariyah karena dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu Hasan
al-Asy’ari. Dan nama aslinya adalah Abu al-hasan ‘Ali bin Ismail al-Asy’ari,
dilahirkan dikota Basrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324
H/ 935 M, keturunan Abu Musa al-Asy’ari seorang sahabat dan perantara dalam
sengketa antara Ali r.a. dan Mu’awiyah r.a.
Setelah keluar
dari kelompok Muktazillah, al-Asy’ari merumuskan pokok-pokok ajarannya yang
berjumlah tujuh pokok. Berikut ini adalah tujuh pokok ajaran aliran As’ariyah:
a.
Tentang Sifat Allah
Menurutnya, Allah mempunyai sifat,
seperti al-Ilm (mengetahui), al-Qudrah (kuasa), al-Hayah (hidup), as-Sama’
(mendengar), dan al-Basar (melihat).
b. Tentang Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah dan
bukan makhluk dalam arti baru dan diciptakan. Dengan demikian, Al-Qur’an
bersifat qadim (tidak baru).
c. Tentang
melihat Allah Di Akhirat
Allah dapat dilihat di akhirat
dengan mata kepala karena Allah mempunyai wujud.
d. Tentang Perbuatan Manusia
Perbuatan-perbuatan
manusia itu ciptaan Allah.
e. Tentang Antropomorfisme
Menurut alAsy’ari, Allah mempunyai
mata, muka, dan tangan, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Qamar ayat 14 dan
ar-Rahman ayat 27. akan tetapi bagaimana bentuk Allah tidak dapat diketahui.
f. Tentang
dosa Besar
Orang mukmin yang berdosa besar
tetap dianggap mukmin selam ia masih beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
g. Tentang
Keadilan Allah
Allah adalah
pencipta seluruh alam. Dia milik kehendak mutlak atas ciptaan-Nya.
Ketujuh pemikiran al-Asy’ari
tersebut dapat diterima oleh kebanyakan umat Islam karena sederhana dan tidak
filosofis.
8.
Aliran Muktazilah
Aliran ini
muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran Khawarij dan aliran
Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Menghadapi dua
pendapat ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri,
seorang ulama terkenal di Basra, mendahuli gurunya dalam mengeluarkan
pendapat. Wasil mengatakan bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati
posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu bukan mukmin dan bukan
kafir.
Aliran
Mu’tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang
lebih mandalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasannya mereka banyak
memakai akal sehingga mendapat nama “kaum rasionalis Islam”.
Setelah
menyatakan pendapat itu, Wasil bi Ata meninggalkan perguruan Hasan al-Basri,
lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok ini dikenal dengan Muktazillah. Pada
awal perkembangannya aliran ini tidak mendapat simpati umat Islam karena ajaran
Muktazillah sulit dipahami oleh beberapa kelompok masyarakat. Hal itu
disebabkan ajarannya bersifat rasional dan filosofis. Alas an lain adalah
aliran Muktaszillah dinilai tidak berpegang teguh pada sunnah Rasulullah SAW
dan para sahabat. Aliran baru ini memperoleh dukungan pada masa pemerintahan
Khalifah al-Makmun, penguasa Bani Abbasiyah.
Aliran Muktazillah
mempunyai lima dokterin yang dikenal dengan al-usul al- khamsah.
Berikut ini kelima doktrin aliran Muktazillah.
a. At-Taauhid
(Tauhid)
Ajaran pertama aliran ini berarti
meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT. Konsep tauhid menurut mereka adalah
paling murni sehingga mereka senang disebut pembela tauhid (ahl al-Tauhid).
b. Ad-Adl
Menurut aliaran Muktazillah
pemahaman keadilan Tuhan mempunyai pengertian bahwa Tuhan wajib berlaku adil
dan mustahil Dia berbuat zalim kepada hamba-Nya. Mereka berpendapat bahwa tuhan
wajib berbuat yang terbaik bagi manusia. Misalnya, tidak memberi beban terlalu
berat, mengirimkan nabi dan rasul, serta memberi daya manusia agar dapat
mewujudkan keinginannya.
c. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan
Ancaman).
Menurut Muktazillah, Tuhan wajib
menepati janji-Nya memasukkan orang mukmin ke dalam sorga. Begitu juga
menempati ancaman-Nya mencampakkan orang kafir serta orang yang berdosa besar
ke dalam neraka.
d. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
(posisi di Antara Dua Posisi).
Pemahaman ini merupakan ajaran dasar
pertama yang lahir di kalangan Muktazillah. Pemahaman ini yang menyatakan
posisi orang Islam yang berbuat dosa besar. Orang jika melakukan dosa
besar, ia tidak lagi sebagai orang mukmin, tetapi ia juga tidak kafir.
Kedudukannya sebagai orang fasik. Jika meninggal sebelum bertobat, ia
dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Akan tetapi, sikasanya lebih ringan
daripada orang kafir.
e. Amar
Ma’ruf Nahi Munkar (Perintah Mengerjakan Kebajikan dan Melarang Kemungkaran).
BAB II
Asal-Usul Munculnya
Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam
Sejak wafatnya
Nabi Muhammad saw, kaum muslimin sudah mulai menghadapi perpecahan. Tetapi
perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah.
Setelah beberapa lamanya Abu Bakar menduduki jabatan kekhalifahan, mulai tampak
kembali perpecahan yang disebarkan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan
orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah al-Kadzdzab, Thalhah, Sajah dan Al-Aswad Al-Ansy. Di samping itu ada
pula kelompok-kelompok lain yang tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar.
Padahal dahulunya mereka semua taat dan disiplin membayar zakat pada Nabi. Akan
tetapi semua perselisihan itu segera dapat diatas dan dipersatukan kembali,
karena kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar. Maka selamatlah kekuasaan Islam yang
muda Itu dari ancaman fitnah dari musuh-musuh Islam yang hendak
menghancur-leburkannya.
Kemudian perjalanan khalifah Abu
Bakar As-shiddiq, Umar bin Khattab, dan
Utsman bin Affan tidak begitu menghadapi
persoalan, bahkan terjalin persaudaraan yang mesra dan akrab. Pada masa ketiga
khalifah itulah, dipergunakan kesempatan yang sebaik-baiknya mengerahkan semua
tenaga kaum muslimin untuk menyiarkan dan mengembangkan Islam ke seluruh
pelosok penjuru dunia. Tetapi setelah Islam meluas ke Afrika, Asia Timur bahkan
Asia Tenggara tiba-tiba diakhir Khalifah Utsman, terjadi suatu persoalan yang
ditimbulkan oleh tindakan Utsman yang oleh sebagian orang Islam dianggap kurang
mendapat simpati dari sebagian kaum muslimin.
Kebijakan khalifah Utsman bin Affan
yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan umat pada saat itu, diantaranya
ialah kurang pengawasan dan pengangkatan terhadap beberapa pejabat penting
dalam pemerintahan, sehingga para pelaksana pemerintahan (para eksekutif) di
lapangan tidak bekerja secara maksimal, diperparah lagi dengan adanya sikap
nepotisme dari keluarganya. Utsman banyak menempatkan para pejabat tersebut
dari kalangan keluarganya, sehingga banyak mengundang protes dari kalangan umat
Islam. Dan sebenarnya hal Ini adalah bisa dimaklumi karena memang keluarga
Usman bin Affan adalah keluarga orang-orang yang pandai. Namun Inilah
bermulanya fitnah yang membuka kesempatan orang-orang yang berambisi untuk
menggulingkan pemerintahan Utsman.
Karena derasnya arus fitnah ini sehingga
mengakibatkan terbunuhnya Utsman bin Affan . Setelah itu maka Ali bin Abi Thalib terpilih dan
diangkat menjadi khalifah, tetapi dalam pengangkatan tidak memperoleh suara
yang bulat, karena ada golongan yang tidak menyetujui pengangkatan itu. Bahkan
ada yang dengan terang-terangan menentang pengangkatan tersebut sekaligus
menuduh bahwa Ali campur tangan atau sekurang-kurangnya membiarkan komplotan
pembunuhan terhadap Utsman. Semenjak itulah, berpangkalnya perpecahan umat
Islam, hingga menjadi beberapa partai atau golongan. Diantaranya sebagai
berikut :
·
Kelompok yang setuju atas
pengangkatan Ali menjadi khalifah.
Kelompok yang pada awalnya patuh dan
setuju, tetapi kemudian setelah terjadi perpecahan, menjadi golongan yang
netral. Mereka berpendidikan, tidak mau mengikuti taat pada Ali, tidak pula
memusuhinya Ali. Karena mereka berkeyakinan bahwa keberpihakan kepada salah
satu dari dua golongan tersebut tidak berakibat baik.
·
Kelompok yang jelas-jelas menentang
Ali secara terbuka
Yaitu Thalhah bin Abdullah, Zubair bin Awam, Aisyah binti Abu Bakar. Semuanya ini
bersatu dan sepakat menjadikan Aisyah sebagai komandan untuk menggulingkan
khalifah Ali. Mereka menyusun tentara, lalu menduduki Basrah. Pegawai-pegawai
Ali di Basrah dibunuh, perbendaharaan dirampas. Sebab itu Ali pun dengan
membawa pasukan yang dipimpinnya sendiri menuju Basrah, dan akhirnya terjadilah
pertempuran hebat. Thalhah dan Zubair terbunuh. Aisyah tertangkap dan dipulangkan ke Madinah. Peperangan ini
dinamai peperangan Jamal (unta), sebab Aisyah memimpin pertempuran itu dari
atas unta. Dari tentara Aisyah banyak yang melarikan diri dan menggabungkan
diri dengan tentara Mu’awiyah di Syam, yang same-sama menentang Ali. Terjadinya
peperangan antara Mu’awiyah dan Ali, hingga pertempuran Shiffin, yaitu perang
terakhir antara Ali dan Mu’awiyah.
Ada golongan
umat Islam yang memisahkan diri dari tentara Ali. Golongan
ini yang kita kenal dengan kaum Khawarij, mereka tidak setuju dengan gencatan
senjata dan perundingan antara Ali dengan Mu’awiyah. Mereka ini dihancurkan pula
oleh Ali, sehingga cerai-berai. Sebenarnya Khawarij ini pada mulanya sungguh-
sungguh membela kepentingan agama. Mereka menuduh Ali tidak tegas dalam
mempertahankan kebenaran, sedang Mu’awiyah adalah penentang kebenaran, jadi
mereka memisahkan diri dari kedua-dua kelompok tersebut. Ia merasa mempunyai
hak untuk menentang pemerintahan mana saja yang tidak jujur. Dengan alasan-
alasan itulah, Khawarij menentang Ali dan Mu’awiyah.
ini yang kita kenal dengan kaum Khawarij, mereka tidak setuju dengan gencatan
senjata dan perundingan antara Ali dengan Mu’awiyah. Mereka ini dihancurkan pula
oleh Ali, sehingga cerai-berai. Sebenarnya Khawarij ini pada mulanya sungguh-
sungguh membela kepentingan agama. Mereka menuduh Ali tidak tegas dalam
mempertahankan kebenaran, sedang Mu’awiyah adalah penentang kebenaran, jadi
mereka memisahkan diri dari kedua-dua kelompok tersebut. Ia merasa mempunyai
hak untuk menentang pemerintahan mana saja yang tidak jujur. Dengan alasan-
alasan itulah, Khawarij menentang Ali dan Mu’awiyah.
BAB III
Tokoh Ilmu kalam
1. Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh golongan Khawarij yang terkenal adalah: Ikrimah, Abu
Harin al-Abadi, Abu Sya’tsa, Ismail bin Sami’.
Adapun pentolan kaum Khawarij diantaranya adalah: al-Yaman bin Rabab, Tsa’bi, Baihaqi, Abdullah bin Yazid, Muhammad bin Harb, Yahya bin Kamil, Ibadiyah.
Para penyair kaum Khawarij yang terkenal adalah Imran bin Khattam, Hubaib
bin Murrah, Jahm bin Safwan, Abu Marwah Ghailam bin Muslim.
2. Tokoh-tokoh Murji’ah
Beberapa buku
dan keterangan para ulama menyatakan bahwa diantara tokoh-tokoh faham Murji’ah
adalah sebagai berikut:
a. Al Hasaan bin Muhammad bin Al Hanafiyah
b. Abu Musa ash Shalahi
c. Jahm bin Safwan
d. Yunus as Samary
e. Abu Marwan al Ghailan
f. Al Husain bin Muhammad an Najr
g. Abu Haifah an Nu’man
h. Muaz ath Thaumi
i.
Basr al Murisy
j.
Muhammad bin Karam as Sijistany
3. Tokoh-tokoh Syiah
a. Nasr bin Muzahim
b. Ahmad bin Muhammad bin Isa al Asy’ari
c. Ahmad bin Abi abdillah al Barqi
d. Ibrahim bin Hilal ats-Tsaqafi
e. Muhammad bin Hasan bin Furukh as Saffar
4. Tokoh-tokoh Jabariyah
Pendirian atau paham jabariyah terdapat dua golongan, yaitu ekstrim
dan moderat. Yang ekstrim diwakili oleh Jaham bin Shafwan (W. 131 H.)
Ulama yang mula-mula
membawa paham Jabariyah adalah Jaham bin Shafwan, ia berasal dari khurasan yang
awalnya bekerja sebagai juru tulis Haris bin Juraih yang memberontak Bani Umayyah
di Khurasan, ia berguru kepada Ja’du bin Dirham menerima mahamnya dari seorang
yahudi syam bernama Iban Ibnu Sam’an yang menerima pahamnya dari Thalut Ibnu
As-Sham juga seorang Yahudi Zindik. Al-Ja’du mengajarkan pahamnaya di Basyrah
kemudian ia bertemu dengan Jaham bin Shafwan. Jaham sangat giat mangajarkan dan
menyiarkan pahamnya itu, hingga aliran ini di kenal dengan sebutan jahamiyah.
Sedangkan yang moderat di wakili oleh:
a. al Husain Ibnu Najjar
b. Dhirar Ibnu ‘Amru dan Hafas Al Fardi.
5. Tokoh-tokoh Qadariyah
a. Ma’bad al Juhani
b. Ghailan al Dimasyqi
6. Tokoh-tokoh Maturidiyah
a. Abu al Yusr Muhammad al Bazdawi
7. Tokoh-tokoh Asy’ariyah
a. Al Baqilani
b. Al Juwaini
c. Al Gazali
d. As Sanusi
8. Tokoh-tokoh Muktazilah
a. Wasil bin Ata al Ghazzal (80-131 H/699 M)
b. Abul al Huzail al Allaf (135-226 H/753-840 M)
c. Ibrahim bin Sayyar an Najjam (wafat 231 H/845 M)
d. Muammar bin Abbad as Sulamy (wafat 220 H/835 M)
e. Bisyr bin al Mu’tamir (wafat 226 H/840 M)
f. Jahir Amr bin Bahr (wafat 255 H/868 M)
BAB IV
Kesimpulan
Jadi
macam-macam aliran ilmu kalam adalah Khawarij, Murji’ah, Syi’ah, Jabariyah, Qadariyah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Muktazilah. Adanya macam-macam ini bukan
berarti Islam terpecah, tapi hanya salah pemahaman karena Islam yang telah meluas
sampai hampir ke penjuru dunia sehingga pengawasan dari daerah ke pusat dan
juga dalam pengajaran Islam memperhatikan budaya atau kebiasaan daerah setempat
sehingga Islam dapat diterima di sana.
Daftar
Pustaka
khansa-islamagamaku-khansa.blogspot.com
riyadhmaliki.blogspot.com/2011/12/memahami-ilmu-kalam-dan-aliran
Asih Sapinah Kurni(2006).
Akidah
Akhlak Untuk MA kelas XI.
Cetakan Pertama.
Depok:
CV ARYA DUTA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar